Ø Pembentukan Hukum di Inggris
Common Law :
Hukum yang berasal dari kebiasaan masyarakat
dan putusan2 Pengadilan (Yurisprudensi). Pada masa lalu penguasa kerajaan
berperan sebagai hakim dengan berkeliling dalam wilayah kerajaan, hakim2 ini
dinamakan judges of lyre atau itinerant judges [hakim keliling]. Putusan2
judges of lyre ini dikatakan common-law.
Statute Law :
Disamping common-law (hukum yg berasal dari
kebiasaan) terdapat juga hukum yg berasal dari perundang-undangan yang
dinamakan Statute Law. Hukum yang termasuk Statute Law hanyalah sebagian kecil
saja.
Kesimpulan : Pembentukan Hukum di Inggris
berasal dari kebiasaan masyarakat, yurisprudensi dan statute-law.
Ø Pembentukan Hukum di Indonesia
Meskipun konsep pembentukannya
diharapkan berasal dari hukum adat, tapi perkembangannya hukum ini hanya dalam
lingkup hukum perdata saja. Namun kalau kita lihat uraian berikut akan nampak
bahwa pembentukan hukum di Indonesia berkembang sangat dinamis sesuai kemajuan
hukum positif yang ada.
Pasal 22 AB dan Pasal 14 Undang-undang
No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-pokok
Kekuasaan Kehakiman; mewajibkan “Hakim
untuk tidak menolak mengadili perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan
tidak lengkap atau tidak jelas Undang-undang yang mengaturnya melainkan wajib
mengadilinya”
[Asas non liquet, diterapkan
dalam sistem hukum Indonesia. Yang artinya hakim atau pengadilan dilarang
untuk menolak suatu perkara yang diajukan kepadanya apabila perkara itu belum
ada peraturan hukumnya. Asas ini diterapkan dan terdapat dalam ketentuan pasal 16 ayat (1) Undang-Undang no. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman ( LN
tahun 2004 no. 8) , yaitu :
Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili
dan memutus sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada
atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.].
Untuk mengatasinya dalam pasal 27 UU No. 14 Tahun 1970 menyebutkan :
“Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum yang hidup didalam masyarakat”.
Artinya seorang Hakim harus memiliki kemampuan dan keaktifan untuk
menemukan hukum (Rechtvinding).
Yang dimaksud dengan Rechtvinding adalah proses pembentukan hukum oleh
hakim/aparat penegak hukum lainnya dalam penerapan peraturan umum terhadap
peristiwa hukum yang konkrit. Dan hasil penemuan hukum menjadi dasar baginya
untuk mengambil putusan/vonis (Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, SH, hal 47)
•
Pembentukan hukum (Rechtvorming) dilakukan oleh hakim apabila belum ada
aturan hukumnya. Dengan kata lain hakim membuat sendiri hukumnya. melalui metode
konstruksi dan penghalusan hukum.
•
Penemuan hukum (Rechtvinding),
hakim hanya melakukan suatu usaha interpretasi. Disini, aturan hukum sudah ada
tetapi belum jelas untuk dapat diterapkan ke dalam perkara yang sedang
ditanganinya. ]
Deskripsi
Rechtvinding :
•
menemukan aturan hukum yg sesuai untuk suatu
peristiwa tertentu, dng cara penyelidikan yg sistematis thd aturan-aturan ini
dl hubungannya satu sama lain;
•
spesialisasi
dalam pembuatan hukum dalam hubungan yg lebih luas merupakan pekerjaan ahli
hukum
·
Hakim
merupakan pembentuk hukum
Penemuan hukum merupakan kegiatan utama dari Hakim dalam melaksanakan
Undang-undang apabila terjadi peristiwa konkrit.
Undang-undang sebagai kaedah umumnya adalah untuk melindungi kepentingan
manusia. Oleh sebab itu harus dilaksanakan/ditegakkan. Agar dapat memenuhi azas
bahwa setiap orang dianggap tahu akan Undang-undang maka undang-undang harus
disebar luaskan dan harus jelas.
Kalaupun Undang-undang itu mungkin lengkap dan tuntas, tetap saja tidak
akan mungkin Undang-undang mengatur segala kehidupan manusia secara lengkap dan
tuntas karena kegiatan menusia sangatlah banyaknya. Selain itu Undang-undang
sebagai hasil karya manusia sangat terbatas kemampuannya.
Dalam UU No. 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman (terbaru), disebutkan :
Pasal 5
(1)
Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
(2)
Hakim dan hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak
tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
(3)
Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Pasal
6
(1)
Tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan, kecuali undang-undang
menentukan lain.
(2) Tidak
seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat
pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang
yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang
didakwakan atas dirinya.
Tidak ada komentar:
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =)) Kalo mo yang emoticon kucing pake yang ini : :f :D :) ;;) :x :$ x( :?
:@ :~ :| :)) :( :s :(( :o
Posting Komentar